Pertama.
Bergaul dgn kedua dgn cara yg baik. Di dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberikan kegembiraan kpd seorang mu’min termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberikan kegembiraan kpd kedua orang tua kita.
Dalam nasihat perkawinan dikatakan agar suami senantiasa beruntuk baik kpd istri, maka kpd kedua orang tua hrs lebih dari kpd istri. Karena dia yg melahirkan, mengasuh, mendidik dan banyak jasa lain kpd kita.
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk berjihad (dalam hal ini fardhu kifayah kecuali waktu diserang musuh maka fardhu ‘ain) dgn meninggalkan orang tua dalam keadaan menangis, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kembali dan untuklah kedua tertawa seperti engkau telah memuntuk kedua menangis” [Hadits Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i] Dalam riwayat lain dikatakan : “Berbaktilah kpd kedua orang tuamu” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Kedua
Yaitu berkata kpd kedua dgn perkataan yg lemah lembut. Hendak dibedakan berbicara dgn kedua orang tua dan berbicara dgn anak, teman atau dgn yg lain. Berbicara dgn perkataan yg mulia kpd kedua orang tua, tdk boleh mengucapkan ‘ah’ apalagi mencemooh dan mencaci maki atau melaknat kedua krn ini mrpk dosa besar dan bentuk kedurhakaan kpd orang tua. Jika hal ini sampai terjadi, wal iya ‘udzubillah.
Kita tdk boleh berkata kasar kpd orang tua kita, meskipun kedua beruntuk jahat kpd kita. Atau ada hak kita yg ditahan oleh orang tua atau orang tua memukul kita atau kedua belum memenuhi apa yg kita minta (misal biaya sekolah) walaupun mereka memiliki, kita tetap tdk boleh durhaka kpd keduanya.
Ketiga
Tawadlu (rendah diri). Tidak boleh kibir (sombong) apabila sudah meraih sukses atau mempunyai jabatan di dunia, krn sewaktu lahir kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yg menolong dgn memberi makan, minum, pakaian dan semuanya.
Seandai kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yg kita anggap ringan dan merendahkan kita yg mungkin tdk sesuai dgn kesuksesan atau jabatan kita dan bukan sesuatu yg haram, wajib bagi kita untuk tetap taat kpd keduanya. Lakukan dgn senang hati krn hal tersebut tdk akan menurunkan derajat kita, krn yg menyuruh ialah orang tua kita sendiri. Hal itu mrpk kesempatan bagi kita untuk beruntuk baik selagi kedua masih hidup.
Keempat
Yaitu memberikan infak (shadaqah) kpd kedua orang tua. Semua harta kita ialah milik orang tua. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 215.
“Arti : Mereka berta kpdmu tentang apa yg mereka infakkan. Jawablah, “Harta yg kamu nafkahkan hendaklah diberikan kpd ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yg sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yg kamu peruntuk sesungguh Allah maha mengetahui”
Jika seseorang sudah berkecukupan dalam hal harta hendaklah ia menafkahkan yg pertama ialah kpd kedua orang tuanya. Kedua orang tua memiliki hak tersebut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Baqarah di atas. Kemudian kaum kerabat, anak yatim dan orang-orang yg dalam perjalanan. Beruntuk baik yg pertama ialah kpd ibu kemudian bapak dan yg lain, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.
“Arti : Hendaklah kamu beruntuk baik kpd ibumu kemudian ibumu sekali lagi ibumu kemudian bapakmu kemudian orang yg terdekat dan yg terdekat” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139 dan Tirmidzi 1897, Hakim 3/642 dan 4/150 dari Mu’awiyah bin Haidah, Ahmad 5/3,5 dan berkata Tirmidzi, “Hadits Hasan”]
Sebagian orang yg telah menikah tdk menafkahkan harta lagi kpd orang tua krn takut kpd istrinya, hal ini tdk dibenarkan. Yang mengatur harta ialah suami sebagaimana disebutkan bahwa laki-laki ialah pemimpin bagi kaum wanita. Harus dijelaskan kpd istri bahwa kewajiban yg utama bagi anak laki-laki ialah berbakti kpd ibu (kedua orang tuanya) setelah Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kewajiban yg utama bagi wanita yg telah bersuami setelah kpd Allah dan Rasul-Nya ialah kpd suaminya. Ketaatan kpd suami akan membawa ke surga. Namun demikian suami hendak tetap memberi kesempatan atau ijin agar istri dpt berinfaq dan beruntuk baik lain kpd kedua orang tuanya.
Kelima
Mendo’akan orang tua. Sebagaimana dalam ayat “Robbirhamhuma kamaa rabbayaani shagiiro” (Wahai Rabb-ku kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu kecil). Seandai orang tua belum mengikuti dakwah yg haq dan masih beruntuk syirik serta bid’ah, kita hrs tetap berlaku lemah lembut kpd keduanya. Dakwahkan kpd kedua dgn perkataan yg lemah lembut sambil berdo’a di malam hari, ketika sedang shaum, di hari Jum’at dan di tempat-tempat dikabulkan do’a agar ditunjuki dan dikembalikan ke jalan yg haq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Apabila kedua orang tua telah meninggal maka :
Yang pertama : Kita lakukan ialah meminta ampun kpd Allah Ta’ala dgn taubat yg nasuh (benar) bila kita pernah beruntuk durhaka kpd kedua orang tua sewaktu mereka masih hidup.
Yang kedua : Adalah mendo’akan kedua orang tua kita.
Dalam sebuah hadits dla’if (lemah) yg diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, seseorang pernah berta kpd Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Apakah ada suatu kebaikan yg hrs aku peruntuk kpd kedua orang tuaku sesudah wafat kedua ?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, kamu shalat atas keduanya, kamu istighfar kpd keduanya, kamu memenuhi janji keduanya, kamu silaturahmi kpd orang yg pernah dia pernah silaturahmi kpd dan memuliakan teman-temannya” [Hadits ini dilemahkan oleh beberapa imam ahli hadits krn di dalam sanad ada seorang rawi yg lemah dan Syaikh Albani Rahimahullah melemahkan hadits ini dalam kitab Misykatul Mashabiih dan juga dalam Tahqiq Riyadush Shalihin (Bahajtun Nazhirin Syarah Riyadush Shalihin Juz I hal.413 hadits No. 343)]
Sedangkan menurut hadits-hadits yg shahih tentang amal-amal yg diperuntuk untuk kedua orang tua yg sudah wafat, ialah :
[1] Mendo’akannya
[2] Menshalatkan ketika orang tua meninggal
[3] Selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] Membayarkan hutang-hutangnya
[5] Melaksanakan wasiat yg sesuai dgn syari’at.
[6] Menyambung tali silaturrahmi kpd orang yg kedua juga pernah menyambungnya
[Diringkas dari beberapa hadits yg shahih]
Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma.
“Arti : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguh termasuk kebaikan seseorang ialah menyambung tali silaturrahmi kpd teman-teman bapak sesudah bapak meninggal” [Hadits Riwayat Muslim No. 12, 13, 2552]
Dalam riwayat yg lain, Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma menemui seorang badui di perjalanan menuju Mekah, mereka orang-orang yg sederhana. Kemudian Abdullah bin Umar mengucapkan salam kpd orang tersebut dan menaikkan ke atas keledai, kemudian sorban diberikan kpd orang badui tersebut, kemudian Abdullah bin Umar berkata, “Semoga Allah membereskan urusanmu”. Kemudian Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhumua berkata, “Sesungguh bapak orang ini ialah sahabat karib dgn Umar sedangkan aku mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Arti : Sesungguh termasuk kebaikan seseorang ialah menyambung tali silaturrahmi kpd teman-teman ayahnya” [Hadits Riwayat Muslim 2552 (13)]
Tidak dibenarkan mengqadha shalat atau puasa kecuali puasa nadzar [Tamamul Minnah Takhrij Fiqih Sunnah hal. 427-428, cet. III Darul Rayah 1409H, lihat Ahkamul Janaiz oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal 213-216, cet. Darul Ma’arif 1424H]
Semoga menjai manfaat kita semua Amiiiin
menjadi teladan dan kebaikan bagi kita semua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar