Seringkali kita mendengar nasehat yang katakan untuk melupakan atau meninggalkan masa lalu. Siapapun akan mengakui, kata-kata ini hanya berlaku dan hanya dikatakan sehubungan dengan sesuatu yang kurang menyenangkan di masa lalu. Tentunya, anjuran atau nasehat ini tidak berlaku apabila sesuatu di masa lalu adalah kejadian yang menyenangkan atau membahagiakan. Perbedaannya, jika pada kondisi yang pertama, dianjurkan untuk melupakan, sedangkan pada kondisi kedua justru tidak ada tindakan apapun. Persamaannya, keduanya adalah satu atau lebih peristiwa yang melewati masa hidup seseorang, dan keduanya pula sama-sama masuk dalam ingatan seseorang. Lalu, mengapa sampai ada anjuran untuk melupakan?
Suatu ketika Anda melewati sebuah gang yang belum pernah Anda lalui. Ada dua kemungkinan kejadian. Pertama, Anda bisa melewati gang tersebut tanpa tersesat. Kemungkinan kedua, Anda tersesat atau kesulitan untuk melewati jalur di gang tersebut. Bisa jadi pada kemungkinan kedua ini Anda mengalami kejadian yang kurang menyenangkan. Jika pada kemungkinan pertama, Anda tidak akan melakukan aksi apapun setelahnya, maka pada kemungkinan kedua, Anda dianjurkan untuk melupakan kejadian tersebut. Artinya, di sini Anda akan mengambil tindakan untuk tidak melupakan kesalahan yang sama sehingga membuat Anda tersesat. Ilustrasi ini tidak banyak beda dengan situasi melupakan masa lalu. Apakah seperti ini yang diharapkan?
Jika jawaban Anda adalah ‘Ya’, atau mengambil aksi untuk melupakan kejadian kurang menyenangkan tadi, maka ada dua kemungkinan kondisi yang akan Anda alami. Pertama, Anda tidak akan melewati gang itu, atau menjauhi segala sesuatu yang Anda kurang kenal dengan baik. Kondisi kedua, Anda berada dalam pikiran ekstra ketakutan dan ekstra hati-hati apabila suatu saat nanti melewati situasi yang serupa. Besar kemungkinan, Anda tidak akan pernah berani melakukannya karena adanya ketakutan terulangnya kesalahan yang sama. Jika yang dimaksudkan adalah anjuran untuk melupakan, maka seperti inilah kondisi yang akan Anda alami.
Fakta Sains
Fakta sains terbaru menemukan segala tindakan/aksi yang berusaha untuk memblokir peristiwa/kejadian kurang menyenangkan di masa lalu. Otak manusia memiliki fungsi merespon setiap peristiwa setiap saat (real time), menyimpannya, dan kemudian mengingat (uploading). Ketiga fungsi otak ini bisa dikendalikan secara sadar, akan tetapi bisa pula bekerja tanpa disadari oleh pemiliknya. Seperti fungsi otak untuk memuat data (uploading) tidak hanya bisa dilakukan secara sadar, akan tetapi bisa dilakukan tanpa sadar. Ini bukanlah suatu kesalahan moorfologis, akan tetapi seperti demikianlah fungsi dan kerja otak manusia yang normal (Ishani Ganguli, 2007).
Melupakan ingatan di masa lalu, berarti melakukan aksi untuk memblok fungsi otak yang tanpa sadar untuk memuatkan data. Menurut Ishani Ganguli (2007), tindakan ini dianggap sia-sia karena syaraf otak tersusun atas sel yang sangat halus dan bukan tergolong sebagai syaraf motorik. Itu sama saja Anda memiliki tangan, tapi dipaksakan untuk tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya. Fakta sains mengenai syaraf otak juga telah membuktikan jika fungsi pemuatan data tanpa sadar pada otak tidak dapat dihentikan atau diblokir, akan tetapi hanya dapat ditunda. Kajian dari Universitas Colorado tentang teori dari Sigmund Freud mengenai fungsi otak menemukan jika penundaan secara terus menerus akan menimbulkan efek psikis di mana salah satunya disebut trauma.
Para ahli berupaya untuk menghentikan fungsi kerja otak yang menyebabkan seseorang teringat kembali peristiwa kurang menyenangkan di masa lalu secara medis. Riset ini terutama dilakukan untuk prajurit perang yang mengalami trauma paska penugasan. Hingga sejauh ini, metode medis untuk memblokir fungsi otak untuk memuat data tanpa sadar dilakukan dengan obat-obatan psikotropika seperti narkotika, mariyuana, ganja, ekstasi, dan hingga alkohol (Jonathan Foster, 2003). Obat-obatan tersebut diyakini secara medis dapat menghentikan (sementara) efek traumatis akibat tindakan paksa untuk menghentikan fungsi pemuatan data (memori) otak secara paksa. Sekalipun demikian, tanpa diikuti terapi psikis yang tepat, metode pengobatan seperti ini akan sia-sia.
Otak manusia bukanlah seperti media penyimpan yang dapat mudah dihilangkan (delete) atau dimusnahkan. Otak manusia dan segala aktivitas yang terdapat di dalamnya berinteraksi dengan keseluruhan organ tubuh, termasuk juga dengan perasaan (emosi).
Meluruskan Anjuran
Anjuran ataupun nasehat untuk melupakan masa lalu untuk menjadi lebih baik di masa depan bukanlah anjuran yang keliru, akan tetapi perlu kiranya untuk dimaknai lebih mendalam. Ada yang menambahkan dengan belajar dari kesalahan di masa lalu, itu juga baik jika dan jika hanya bisa melengkapi. Permasalahannya, siapapun yang mengalaminya umumnya lebih terfokus pada kondisi untuk berupaya melupakan secara emosional. Lebih tepatnya, sebagian besar dan kebanyakan orang yang mengalami situasi seperti ini lebih merasakan keinginan untuk melupakan, akan tetapi tidak diikuti dengan kemauan pembelajaran. Ini adalah reaksi yang sangat alami karena pada kondisi ini, faktor emosi akan jauh lebih dominan.
Sigmund Freud menjelaskan tidak ada alasan untuk melawan memori karena hal itu sama saja akan semakin mempercepat proses traumatis pada diri seseorang. Ini berarti, segala bentuk pikiran dan tindakan untuk melawan (menghindar) dari masa lalu sama saja dengan upaya untuk melawan diri sendiri. Freud justru lebih menganjurkan untuk memanfaatkan fungsi tubuh yang dikombinasikan dengan unsur kejiwaan sebagai solusi alternatif. Fungsi otak adalah untuk berpikir, termasuk di dalamnya berpikir untuk memecahkan masalah. Ini berarti ketimbang harus bersusah payah melupakan masa lalu, akan lebih baik melakukan evaluasi dan sekaligus melakukan instrospeksi terhadap diri sendiri. Para pakar bahkan setuju apabila tidak dianjurkan bagi individu untuk melakukan aksi memblokir fungsi otak untuk alasan apapun (Regina Pally, 1995).
Dari fakta sains dan anjuran pakar, langkah awal berkaitan dengan masalah di masa lalu adalah menenangkan pikiran terlebih dahulu. Untuk ini, seseorang harus belajar untuk bisa melepaskan atau mengesampingkan ego terlebih dahulu. Bukan salah Anda apabila sampai tersesat ketika melewati gang yang baru saja Anda lewati. Bukan pula salah si pembuat gang apabila mereka membuatkannya untuk semua orang. Anda tidak akan bisa memahami dengan baik apa yang baru saja terjadi apabila Anda enggan untuk peduli mengapa Anda melakukannya dan bagaimana Anda melakukannya. Pada tahap melepaskan ego, barulah tahap awal dari apa yang nantinya disebut pembalajaran diri dan pendewasaan diri sendiri. Seseorang dianggap dewasa salah satunya apabila mampu menyelaraskan antara pikiran dan perasaannya.
Pada akhirnya, semua kembali kepada sikap dari masing-masing individu untuk menindaklanjuti. Kita semua menghargai apa yang disebut dengan proses, dan kita pun harus mengakui bahwa ada proses, maka juga harus ada progres (kemajuan). Kita harus pahami pula jika masa lalu tidak akan pernah bisa hilang dari ingatan, karena masa lalu selalu punya cara untuk menyelinap ke dalam pikiran kita. Baik atau buruk, itu semua adalah hasil perbuatan yang sudah di atur oleh Sang Pencipta, dan kita patut untuk mensyukurinya. Mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa juga menjadi bagian yang penting dari proses. Kualitas individu bukan dilihat dari hasil perbuatan, akan tetapi dilihat dari cara individu dalam menyelesaikannya di akhir sehingga menjadi sesuatu yang baru dan lebih baik di masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar